Oleh: Ir. Martayadi Tajuddin, MM*)
Kepemimpinan Proaktif untuk Konektivitas Masa Depan
Pembangunan Jembatan Batanghari III oleh Pemerintah Provinsi Jambi adalah langkah penting dan strategis yang tak hanya menyangkut isu teknis konektivitas, tetapi juga soal arah kebijakan pembangunan wilayah yang berdampak jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi dan distribusi kesejahteraan. Ketika beban lalu lintas di Jembatan Batanghari I semakin berat dan kapasitasnya sudah tidak lagi ideal untuk menampung arus harian kendaraan, maka solusi pembangunan infrastruktur baru menjadi keniscayaan.
Dalam konteks ini, kita patut mengapresiasi Gubernur Jambi, Dr. H. Al Haris, S.Sos, MH, yang secara aktif dan konsisten telah melakukan berbagai upaya di tingkat nasional. Lewat pendekatan politis dan teknokratik, ia melobi langsung Kementerian PUPR, Bappenas, hingga Komisi V DPR RI demi mendorong realisasi pembangunan jembatan tersebut masuk dalam program prioritas nasional. Inisiatif ini menunjukkan bahwa kepemimpinan daerah tidak hanya diukur dari kemampuan mengelola anggaran, tetapi juga dari keberanian memperjuangkan kebutuhan masyarakatnya di tingkat pusat.
Visi Koridor Baru yang Terbentur Realitas Anggaran
Dalam visi besar Gubernur Jambi, pembangunan jembatan ini awalnya diusulkan di kawasan Sengeti, Muaro Jambi, dan diikuti dengan pembangunan jalan penghubung sepanjang ±40 km. Strategi ini tidak hanya bertujuan mengurai kemacetan, tetapi juga mendukung realisasi gagasan besar yang sempat tertunda: pengembangan Kawasan Ekonomi Sentusa (Sengeti–Tungkal–Sabak).
Kawasan Sentusa dirancang untuk menjadi simpul pertumbuhan ekonomi pesisir timur Jambi yang menghubungkan hinterland produksi, pelabuhan, dan pusat logistik. Jembatan dan koridor baru ini akan menjadi tulang punggung mobilitas barang dan jasa ke kawasan tersebut. Sayangnya, keterbatasan fiskal membuat gagasan ini sulit dieksekusi dalam waktu dekat. Tanpa dukungan penuh dari pusat, realisasi jalan sepanjang 40 km dan jembatan baru yang membutuhkan investasi sangat besar bahkan menembus triliunan rupiah, berisiko tertunda bertahun-tahun, menjadikan proyek ini lebih sebagai visi jangka panjang daripada solusi mendesak.
Alternatif Strategis: Jembatan Baru Berdampingan dengan yang Lama
Solusi yang lebih logis adalah membangun Jembatan Batanghari III berdampingan langsung dengan Jembatan Batanghari I. Lokasi ini adalah jalur penghubung utama antara Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi—area dengan intensitas lalu lintas tertinggi di wilayah ini. Dengan membangun struktur jembatan baru di sisi yang sama, pemerintah dapat menghindari pembangunan akses baru, memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, dan mempercepat pelaksanaan.
Secara teknis, lokasi ini juga jauh lebih siap. Kondisi geoteknik telah terdokumentasi, perencanaan dapat dilakukan lebih cepat dan lebih murah. Teknologi konstruksi seperti opsi metode balanced cantilever pun bisa diterapkan untuk menghindari tiang tengah dan tetap menjaga lalu lintas sungai.
Opsi ini bukan hanya menghemat biaya konstruksi, tetapi juga menyederhanakan tantangan pembebasan lahan. Untuk itu, dibutuhkan kolaborasi konkret antara Pemprov Jambi, Pemkot Jambi, dan Pemkab Muaro Jambi. Masing-masing daerah dapat bertanggung jawab atas sisi wilayahnya, sementara provinsi bertindak sebagai koordinator dan penyokong anggaran tambahan. Skema kolaboratif ini juga menunjukkan model sinergi fiskal yang patut menjadi contoh bagi proyek infrastruktur lain.
Peran Penting Komisi V DPR RI dan DPD Dapil Jambi
Untuk mengubah rencana ini menjadi aksi nyata, dukungan dari legislatif pusat sangat krusial. Komisi V DPR RI memiliki peran penting dalam mengawal program infrastruktur Kementerian PUPR, sementara DPD RI Dapil Jambi dapat mengangkat isu ini sebagai kepentingan strategis daerah. Keterlibatan mereka sangat menentukan agar Jembatan Batanghari III dapat masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga mendapatkan alokasi pembiayaan langsung dari APBN.
Tak Ada Tumpang Tindih dengan Jembatan Tol
Sebagian pihak mungkin khawatir proyek ini akan bertabrakan dengan rencana pembangunan jembatan tol Jambi–Rengat. Faktanya, keduanya memiliki fungsi berbeda. Jembatan Batanghari III melayani kebutuhan arus lokal dan kendaraan harian masyarakat, sedangkan jembatan tol dikhususkan untuk logistik dan konektivitas antarprovinsi. Keduanya saling melengkapi dan memperkuat daya tahan sistem transportasi Jambi secara keseluruhan.
Infrastruktur untuk Menjawab Masa Kini dan Mendorong Masa Depan
Dengan membangun Jembatan Batanghari III berdampingan dengan jembatan lama, pemerintah tidak hanya menjawab kebutuhan mendesak masyarakat, tetapi sekaligus membuka peluang untuk merealisasikan kembali gagasan besar Kawasan Ekonomi Sentusa. Jembatan ini dapat menjadi simpul awal dalam mewujudkan konektivitas ekonomi dari Sengeti hingga ke Tungkal dan Sabak, mendorong pertumbuhan kawasan pesisir timur yang selama ini tertinggal dalam arus investasi.
Proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan penyambung masa depan yang inklusif dan berkeadilan. Infrastruktur tidak boleh berhenti pada ide besar yang sulit dijangkau, tetapi harus tumbuh dari akal sehat, kolaborasi nyata, dan keberanian mengeksekusi langkah strategis yang paling mungkin dilakukan.
Kini, saatnya Pemprov Jambi memimpin orkestrasi dengan pendekatan yang lebih konkret, rasional, dan kolaboratif. Jika seluruh elemen—eksekutif, legislatif, dan masyarakat—mendukung langkah ini, maka Jembatan Batanghari III tidak hanya akan menjadi jembatan antarwilayah, tetapi juga jembatan menuju cita-cita pembangunan Jambi yang berkeadilan, berkelanjutan, dan siap bersaing di masa depan. (*)
*) Pengamat Kebijakan Pembangunan Daerah, Infrastruktur, Lingkungan dan Pembanguan Berkelanjutan.